Minggu, 27 Oktober 2019

Eksistensi "SUWUK" Di Era Milenial: Tradisi Pengobatan Tradisional Nusantara Yang Harus Di Lestarikan

Eksistensi "SUWUK" Di Era Milenial: Tradisi Pengobatan Tradisional Nusantara Yang Harus Di Lestarikan - Ruqyah Aswaja Kediriistilah Suwuk mungkin sangat asing ditelinga generasi milenial saat ini, yah karena memang bukan bahasa nasional dan tidak ada di Kamus Besar Bahasa Indonesia. Kata Suwuk adalah bahasa Jawa yang pemakaiannya mungkin hanya terbatas di kalangan pesantren, masyarakat Islam tradisi. Apa itu SuwukSuwuk adalah untuk kata yang merujuk pada tradisi pengobatan atau doa-doa tertentu untuk maksud tertentu pula. Nah, sudah jelas kan? saat ini kata suwuk lebih populer dengan sebutan "RUQYAH", silahkan baca di laman tanya jawab ini.
tradisi pengobatan suwuk di Indonesia
tradisi pengobatan suwuk di Indonesia
Dizaman orang tua dan nenek moyang kita, ketika sakit jasmani maupun rohani, dia di bawanya  ke kiai untuk di-suwuk. Gampangnya begini, suwuk itu selama ini selalu diasosiasikan dengan praktik-praktik perdukunan. Orang zaman dulu kalau sedang sakit, karena masih jarang tersedianya obat-obatan dan mantri, pengobatan berlangsung di rumah-rumah Mbah Dukun untuk minta suwuk. Biasanya, Mbah Dukun komat-kamit baca doa, minum air, dan disemburkan kepada yang bersangkutan. 
Konon katanya profesi tukang suwuk itu tidak bisa di pelajari dan di mengerti secara umum. Profesi ini hanya ada dua kemungkinan; pertama keturunan, kedua ngawur-madep-mantep-yakin.
Faktor ke dua inilah yang sangat mungkin terjadi, sebagaimana kisah sahabat Abu Said al-khudri yang mendadak jadi tukang suwuk . Baca selengkap nya di: Nyuwuk Ala Abu Said al-Khudri
Simak Kisah sahabat Abu Said al-khudri mendadak jadi rukang suwuk:
Suatu hari ketika Abu Said dan gerombolannya melakukan perjalanan, mereka tiba di sebuah kabilah Arab.
Rombongan Abu Said meminta suguhan agar dapat dimakan, namun kabilah tersebut tidak mau memberikan suguhan tersebut.
Entah sebab melihat perawakan Abu Said Alkhudri yang dukun-able atau sebab yang lainnya, tiba-tiba di antara mereka bertanya:
“Wahai para tamu. Kepala Suku kami sedang tersengat (entah ini tersengat kalajengking, lebah atau hewan yang lainnya yang menyebabkan hingga tidak bisa berjalan), kami sudah mencari-cari obat namun tidak ada yang bisa menyembuhkannya. Adakah di antara kalian yang bisa melakukan sesuatu?.”
“Ada, ada, ada. Saya bisa menyembuhkannya.” Kata Abu Said.
“Tapi ada syaratnya alias tidak gratis. Pertama, setelah saya bisa menyembuhkannya, kalian harus menyuguhi kami. Kedua, saya minta upah, yaitu 30 kambing.” Imbuhhnya
Kesepakatan itu terjadi dan disetujui.
Dengan wajah menyakinkan dan komat-kamit membaca surat alfatihah, Abu Said menyemburkan napasnya bercampur sedikit ludah tipis-tipisnya (yatfilu, redaksinya pakai yatfilu, bukan sekedar yanfukhu).
Tanpa jeda yang lama tiba-tiba kepala suku tersebut langsung jrantal bisa berjalan normal jingkrak-jingkrak, entupan tersebut hilang seketika. Mereka berterima kasih lalu memberikan janjinya, yakni 30 ekor kambing.
Sahabat-sahabat makan kenyang seraya membawa 30 kambing hasil suwuk tersebut.
Sesampainya di Madinah, Abu Said menceritakannya kepada Nabi, mendengar hal itu Nabi seketika tertawa seraya mengatakan “Lho dari mana sampean tahu kalau surat Alfatihah itu bisa jadi obat?.”
“Kalian benar, ayo silahkan dibagi-bagi 30 kambing itu, tapi jangan lupa bagian saya lho, ya?.” Canda Nabi.
Membaca cerita di atas, saya justru kepikiran 30 kambing itu. Jika dirupiahkan untuk hari ini, 1 kambing kira-kira harganya minimal 1.5juta, kali 30, jadi 45juta.
Bagaimana? Tertarik menjalankan profesi suwuk?. Jika iya jangan mau dibayar murah. Pakai dalil ini. Hahaha.
Ibnu Abbas meriwayatkan, Nabi Muhammad pernah mengatakan “Hal yang paling berhak diambil upahnya adalah Alquran.”
(Cerita hanya diambil dari Shahih Bukhari. Hadis no 2276, 5007, 5736, 5749). Mungkin itulah salah satu alasan,mengapa berobat ke tukang suwuk / dukun itu ada mahar nya, namun tidak di Klinik Rumah Ruqyah Syariah Kediri loh!!!, silahkan baca Biaya - Mahar - Tarif Ruqyah Aswaja Di Kediri
Itu adalah sepenggal cerita, bahwa praktik pengobatan dengan suwuk telah ada sejak zaman Kanjeng Nabi SAW. 
suwuk ruqyah dalam tradisi jawa
suwuk ruqyah dalam tradisi jawa
Nah, disisi saat acara Maiyah-an di Pondok Mbodo  Darul Falah Ki Ageng Mbodo -  Grobogan yang terkenal dengan taman suwuk Nusantara nya.  menerangkan empat dimensi suwuk. Baca Selengkap nya di Sinau Suwuk dan Arus Energi dari Allah
Pertama, suwuk sebagai jeritan keronto-ronto hati manusia atas problem kehidupan sehari-hari. Lewat suwuk inilah hati manusia menjerit dan mengadu serta meminta tolong kepada Allah. 
Kedua, suwuk dalam dimensinya sebagai doa dan wirid dan itu berfungsi untuk membangun kedekatan Allah. Ketiga, suwuk dalam konteks keyakinan yang kuat dan musalsal (kepada guru-guru di atasnya/terdahulu) meskipun kadangkala redaksi kalimatnya kadang tak lazimnya doa. Namun, di sini Gus Ghufron menerangkan kekuatan sebuah keyakinan, termasuk keyakinan kepada guru secara turun-temurun. Gus Ghufron di depan jamaah dan masyarakat memberi contoh suwuk jenis ini yaitu suwuk agar bayi tidak menangis atau rewel terus. 
Keempat, suwuk dalam bentuk pengobatan yang menggunakan tanaman. Di sini, orang-orang yang saban hari rajin merawat tanaman biasanya kelembutan hatinya terasah. Dan kelembutan hati punya peran dalam memberikan atmosfer positif pada tanaman yang akan dijadikan obat. 

Hal itu seiring dan senada dengan apa yang ada di Tempat Ahli Terapi Ruqyah Syar'iyyah Di Kediri yang menyinergikan antara The power of ruqyah dengan tibbun nabawi serta obat-obatan herbal. Sehingga dengan model seperti ini, teknik suwuk tidak lagi menjadi sesuatu yang rahasia, namun dapat di pelajari oleh siapapun. Oleh karena, kami menulis tentang Eksistensi "SUWUK" Di Era Milenial: Tradisi Pengobatan Tradisional Nusantara Yang Harus Di Lestarikan https://ruqyahaswajakediri.blogspot.com/2019/10/eksistensi-suwuk-di-era-milenial.html